Jadi kali ini
ceritanya aku diajak jalan oleh seorang teman ke salah satu desa di kabupaten
ini. Ini sebenarnya kali kedua aku ke desa ini, kali pertama adalah saat aku
pertama kali menginjakkan kaki dan menatap langit Selatpanjang seraya berkata
dalam hati “di sinilah aku hingga sepuluh tahun kedepan”. Kenapa sepuluh tahun?
Ya, karena kontrak kerjanya sepuluh tahun.
Kami berangkat sore
hari, istirahat sebentar di rumahnya, lalu jalan ke laut menatap jauh hingga
seberang Selat Malaka. Magrib tiba, dan kami putuskan sholat di masjid,
disinilah perkara shaf ini dimulai. Setelah iqomah usai, sholat pun dimulai.
Hanya ada satu shaf perempuan, setengah lebar masjid jumlahnya. Aku diminta
oleh ibu-ibu sebelah ku untuk ke kanan mengisi baris kosong, maka merapatlah
aku ke kanan, dan aku sedikit terkejut, ibu yang menyuruh ku merapat ke kanan,
tak ikut merapatkan dirinya, aku pun berkata sambil memberi isyarat tangan
“kesini sedikit bu”. Si ibu hanya bergeser sedikiiiiit saja seakan satu sajadah
hanya boleh diisi satu orang. Padahal sajadah masjid yang ukuran panjang ini
satu nya bisa untuk dua orang. Risau hati ku, di sebelah ku begitu lowong
tempatnya, masih cukup satu orang lagi, tapi karena imam sudah takbir sekian
menit maka aku teruskan takbir mengikut imam, tanpa sempat lagi peduli
kelowongan baris sebelah ku, pun si ibu sudah daritadi mengangkat tangan
bertakbir. Dalam hal ini aku merasa menjadi orang terlemah untuk menyampaikan
sesuatu hal yang aku anggap benar. Padahal baris sebelah ku sholat sudah
disisip oleh syetan. Lihatlah begitu besar lowong nya. Hiks :’(. Aku tak mampu
untuk sekedar berucap “yuk bu, kita rapatkan shaf, nanti di isi oleh syetan”.
Aku terlalu segan untuk mengajak dan membenarkan. Ya, kondisi nya memang aku
orang baru disini, baru hari itu tiba, dan hanya sekedar numpang sholat magrib.
Aku tak kuasa untuk membenarkan shaf ini, bukan hanya sebelah ku, tapi sebelah
lainnya juga. Semua sajadah di isi oleh satu orang, dan itu menciptakan ruang
besar untuk syetan menyisip di antara barisan. Tak khusyuk sholat ku, membayang
disebelah ku disisip syetan, di sebelah satu lagi juga di sisip lagi oleh
syetan. Hiks.. Ya, walaupun hari biasa tak begitu khusyuk juga. Hehe.
Selepas sholat
ibu-ibu disekitar menegur dan menyapa ku, bertanya aku darimana, dirumah siapa
karena mungkin aku benar-benar terlihat seperti pendatang baru. Maklum
dikampung, demikian sebut teman ku. Satu orang baru saja orang-orang pasti tau.
Ingatan ku melayang
ke tiga setengah tahun silam. Masa-masa kuliah kerja nyata (kkn) di kampung
orang. Ini juga lah perkara nya. Perkara shaf ketika sholat. Aku, meski tak
begitu tau banyak tentang agama tapi aku tau perkara shaf ini harus diluruskan
dan dirapatkan ketika sholat adalah sangat penting. Maka sering imam berkata
“lurus dan rapatkan shaf” shaf dirapatkan agar syetan tak menyisip diantara
barisan sholat kita. Bayangkan saja jika syetan sudah menyisip diantara shaf
sholat kita?
Di tempat ku kkn dulu
juga begini, satu sajadah digunakan satu orang, bahkan walau membawa sajadah
sendiri sekali pun selalu ada tersisa space lowong di antara shaf dan bentangan
sajadah ini. Aku pun tak kuasa untuk membenarkan cara sholat orang kampung ini
sampai tiba masa dimana temanku di daulat untuk berdiri di muka jemaah
menyampaikan ceramah, maka baru lah ia menyisipkan tentang pentingnya
merapatkan shaf ketika sholat. Tapi shaf yang rapat ini hanya milik jemaah
laki-laki. Tidak dijamaah perempuan. Arrrgghh.. sudah berapa dosa ku membiarkan
“kebutaan” ilmu di sekitar ku… Risau hati ku sebenarnya. Tapi apalah daya, aku
terlalu takut untuk disebut “menggurui” orang tua, maklum lah terkadang orang
kampung tak suka di “gurui” anak muda.
Sebenarnya perkara
lurus dan rapatkan shaf ini menjadi penting bukan hanya karena adanya syetan
yang akan ikut menyisip diantara shaf, tetapi juga melurus dan merapatkan shaf
ini menggambarkan bahwa begitulah seharusnya muslim. Saling merapatkan barisan
sehingga tak ada orang-orang yang bisa menyusup dan menyisip ingin menjatuhkan.
Bayangkan saja jika semua muslim bersatu, merapatkan barisan, maka siapa pun
yang ingin menjatuhkan islam sudah tak memiliki celah karena kita sudah rapat
dan sudah kokoh dan sudah kuat. Meluruskan
dan merapatkan shaf juga menggambarkan ukhuwah, persaudaraan sesama muslim.
Shaf yang rapat sehingga bahu menyentuh atau kaki saling bersinggungan akan
meningkatkan rasa ukhuwah, rasa persaudaraan. Jika rasa bersaudara ini sudah
tumbuh dan sudah kuat, maka rasa kasih sayang, melindungi dan rasa senasib
sepenanggungan akan timbul. Tak ada lagi perpecahan. Dan tak adalagi perbedaan.
Lurus dan rapatkan shaf |
0 comments:
Post a Comment