Tuesday 21 April 2015

Lurus dan Rapatkan Shaf


Jadi kali ini ceritanya aku diajak jalan oleh seorang teman ke salah satu desa di kabupaten ini. Ini sebenarnya kali kedua aku ke desa ini, kali pertama adalah saat aku pertama kali menginjakkan kaki dan menatap langit Selatpanjang seraya berkata dalam hati “di sinilah aku hingga sepuluh tahun kedepan”. Kenapa sepuluh tahun? Ya, karena kontrak kerjanya sepuluh tahun.
Kami berangkat sore hari, istirahat sebentar di rumahnya, lalu jalan ke laut menatap jauh hingga seberang Selat Malaka. Magrib tiba, dan kami putuskan sholat di masjid, disinilah perkara shaf ini dimulai. Setelah iqomah usai, sholat pun dimulai. Hanya ada satu shaf perempuan, setengah lebar masjid jumlahnya. Aku diminta oleh ibu-ibu sebelah ku untuk ke kanan mengisi baris kosong, maka merapatlah aku ke kanan, dan aku sedikit terkejut, ibu yang menyuruh ku merapat ke kanan, tak ikut merapatkan dirinya, aku pun berkata sambil memberi isyarat tangan “kesini sedikit bu”. Si ibu hanya bergeser sedikiiiiit saja seakan satu sajadah hanya boleh diisi satu orang. Padahal sajadah masjid yang ukuran panjang ini satu nya bisa untuk dua orang. Risau hati ku, di sebelah ku begitu lowong tempatnya, masih cukup satu orang lagi, tapi karena imam sudah takbir sekian menit maka aku teruskan takbir mengikut imam, tanpa sempat lagi peduli kelowongan baris sebelah ku, pun si ibu sudah daritadi mengangkat tangan bertakbir. Dalam hal ini aku merasa menjadi orang terlemah untuk menyampaikan sesuatu hal yang aku anggap benar. Padahal baris sebelah ku sholat sudah disisip oleh syetan. Lihatlah begitu besar lowong nya. Hiks :’(. Aku tak mampu untuk sekedar berucap “yuk bu, kita rapatkan shaf, nanti di isi oleh syetan”. Aku terlalu segan untuk mengajak dan membenarkan. Ya, kondisi nya memang aku orang baru disini, baru hari itu tiba, dan hanya sekedar numpang sholat magrib. Aku tak kuasa untuk membenarkan shaf ini, bukan hanya sebelah ku, tapi sebelah lainnya juga. Semua sajadah di isi oleh satu orang, dan itu menciptakan ruang besar untuk syetan menyisip di antara barisan. Tak khusyuk sholat ku, membayang disebelah ku disisip syetan, di sebelah satu lagi juga di sisip lagi oleh syetan. Hiks.. Ya, walaupun hari biasa tak begitu khusyuk juga. Hehe.
Selepas sholat ibu-ibu disekitar menegur dan menyapa ku, bertanya aku darimana, dirumah siapa karena mungkin aku benar-benar terlihat seperti pendatang baru. Maklum dikampung, demikian sebut teman ku. Satu orang baru saja orang-orang pasti tau.
Ingatan ku melayang ke tiga setengah tahun silam. Masa-masa kuliah kerja nyata (kkn) di kampung orang. Ini juga lah perkara nya. Perkara shaf ketika sholat. Aku, meski tak begitu tau banyak tentang agama tapi aku tau perkara shaf ini harus diluruskan dan dirapatkan ketika sholat adalah sangat penting. Maka sering imam berkata “lurus dan rapatkan shaf” shaf dirapatkan agar syetan tak menyisip diantara barisan sholat kita. Bayangkan saja jika syetan sudah menyisip diantara shaf sholat kita?
Di tempat ku kkn dulu juga begini, satu sajadah digunakan satu orang, bahkan walau membawa sajadah sendiri sekali pun selalu ada tersisa space lowong di antara shaf dan bentangan sajadah ini. Aku pun tak kuasa untuk membenarkan cara sholat orang kampung ini sampai tiba masa dimana temanku di daulat untuk berdiri di muka jemaah menyampaikan ceramah, maka baru lah ia menyisipkan tentang pentingnya merapatkan shaf ketika sholat. Tapi shaf yang rapat ini hanya milik jemaah laki-laki. Tidak dijamaah perempuan. Arrrgghh.. sudah berapa dosa ku membiarkan “kebutaan” ilmu di sekitar ku… Risau hati ku sebenarnya. Tapi apalah daya, aku terlalu takut untuk disebut “menggurui” orang tua, maklum lah terkadang orang kampung tak suka di “gurui” anak muda.
Sebenarnya perkara lurus dan rapatkan shaf ini menjadi penting bukan hanya karena adanya syetan yang akan ikut menyisip diantara shaf, tetapi juga melurus dan merapatkan shaf ini menggambarkan bahwa begitulah seharusnya muslim. Saling merapatkan barisan sehingga tak ada orang-orang yang bisa menyusup dan menyisip ingin menjatuhkan. Bayangkan saja jika semua muslim bersatu, merapatkan barisan, maka siapa pun yang ingin menjatuhkan islam sudah tak memiliki celah karena kita sudah rapat dan sudah kokoh dan sudah kuat.  Meluruskan dan merapatkan shaf juga menggambarkan ukhuwah, persaudaraan sesama muslim. Shaf yang rapat sehingga bahu menyentuh atau kaki saling bersinggungan akan meningkatkan rasa ukhuwah, rasa persaudaraan. Jika rasa bersaudara ini sudah tumbuh dan sudah kuat, maka rasa kasih sayang, melindungi dan rasa senasib sepenanggungan akan timbul. Tak ada lagi perpecahan. Dan tak adalagi perbedaan.
Lurus dan rapatkan shaf

Ya, maka sebaiknya Lurus dan rapatkan lah shaf sholat kita.


0 comments:

Post a Comment