Wednesday 29 April 2015

Mush’ab bin Umair




Di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang pemuda yang kaya, berpenampilan rupawan, dan biasa dengan kenikmatan dunia. Ia adalah Mush’ab bin Umair. Ia adalah di antara pemuda yang paling tampan dan kaya di Kota Mekah. Kemudian ketika Islam datang, ia jual dunianya dengan kekalnya kebahagiaan di akhirat.

Kelahiran dan Masa Pertumbuhannya
Mush’ab bin Umair dilahirkan di masa jahiliyah, empat belas tahun (atau lebih sedikit) setelah kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan pada tahun 571 M (Mubarakfuri, 2007: 54), sehingga Mush’ab bin Umair dilahirkan pada tahun 585 M.
Ia merupakan pemuda kaya keturunan Quraisy; Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin Kilab al-Abdari al-Qurasyi.
Dalam Asad al-Ghabah, Imam Ibnul Atsir mengatakan, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang sangat kaya. Sandal Mush’ab adalah sandal al-Hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik, dan dia adalah orang Mekah yang paling harum sehingga semerbak aroma parfumnya meninggalkan jejak di jalan yang ia lewati.” (al-Jabiri, 2014: 19).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا رَأَيْتُ بِمَكَّةَ أَحَدًا أَحْسَنَ لِمَّةً ، وَلا أَرَقَّ حُلَّةً ، وَلا أَنْعَمَ نِعْمَةً مِنْ مُصْعَبِ بْنِ عُمَيْرٍ
“Aku tidak pernah melihat seorang pun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya, dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim).
Ibunya sangat memanjakannya, sampai-sampai saat ia tidur dihidangkan bejana makanan di dekatnya. Ketika ia terbangun dari tidur, maka hidangan makana sudah ada di hadapannya.
Demikianlah keadaan Mush’ab bin Umair. Seorang pemuda kaya yang mendapatkan banyak kenikmatan dunia. Kasih sayang ibunya, membuatnya tidak pernah merasakan kesulitan hidup dan kekurangan nikmat.
Menyambut Hidayah Islam
Orang-orang pertama yang menyambut dakwah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah istri beliau Khadijah, sepupu beliau Ali bin Abi Thalib, dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhum. Kemudian diikuti oleh beberapa orang yang lain. Ketika intimidasi terhadap dakwah Islam yang baru saja muncul itu kian menguat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah secara sembunyi-sembunyi di rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam radhiyallahu ‘anhu. Sebuah rumah yang berada di bukit Shafa, jauh dari pengawasan orang-orang kafir Quraisy.
Mush’ab bin Umair yang hidup di lingkungan jahiliyah; penyembah berhala, pecandu khamr, penggemar pesta dan nyanyian, Allah beri cahaya di hatinya, sehingga ia mampu membedakan manakah agama yang lurus dan mana agama yang menyimpang. Manakah ajaran seorang Nabi dan mana yang hanya warsisan nenek moyang semata. Dengan sendirinya ia bertekad dan menguatkan hati untuk memeluk Islam. Ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah al-Arqam dan menyatakan keimanannya.
Kemudian Mush’ab menyembunyikan keislamannya sebagaimana sahabat yang lain, untuk menghindari intimidasi kafir Quraisy. Dalam keadaan sulit tersebut, ia tetap terus menghadiri majelis Rasulullah untuk menambah pengetahuannya tentang agama yang baru ia peluk. Hingga akhirnya ia menjadi salah seorang sahabat yang paling dalam ilmunya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya ke Madinah untuk berdakwah di sana.

Menjual Dunia Untuk Membeli Akhirat
Suatu hari Utsmani bin Thalhah melihat Mush’ab bin Umair sedang beribadah kepada Allah Ta’ala, maka ia pun melaporkan apa yang ia lihat kepada ibunda Mush’ab. Saat itulah periode sulit dalam kehidupan pemuda yang terbiasa dengan kenikmatan ini dimulai.
Mengetahui putra kesayangannya meninggalkan agama nenek moyang, ibu Mush’ab kecewa bukan kepalang. Ibunya mengancam bahwa ia tidak akan makan dan minum serta terus beridiri tanpa naungan, baik di siang yang terik atau di malam yang dingin, sampai Mush’ab meninggalkan agamanya. Saudara Mush’ab, Abu Aziz bin Umair, tidak tega mendengar apa yang akan dilakukan sang ibu. Lalu ia berujar, “Wahai ibu, biarkanlah ia. Sesungguhnya ia adalah seseorang yang terbiasa dengan kenikmatan. Kalau ia dibiarkan dalam keadaan lapar, pasti dia akan meninggalkan agamanya”. Mush’ab pun ditangkap oleh keluarganya dan dikurung di tempat mereka.
Hari demi hari, siksaan yang dialami Mush’ab kian bertambah. Tidak hanya diisolasi dari pergaulannya, Mush’ab juga mendapat siksaan secara fisik. Ibunya yang dulu sangat menyayanginya, kini tega melakukan penyiksaan terhadapnya. Warna kulitnya berubah karena luka-luka siksa yang menderanya. Tubuhnya yang dulu berisi, mulai terlihat mengurus.
Berubahlah kehidupan pemuda kaya raya itu. Tidak ada lagi fasilitas kelas satu yang ia nikmati. Pakaian, makanan, dan minumannya semuanya berubah. Ali bin Abi Thalib berkata, “Suatu hari, kami duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid. Lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan mengenakan kain burdah yang kasar dan memiliki tambalan. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau pun menangis teringat akan kenikmatan yang ia dapatkan dahulu (sebelum memeluk Islam) dibandingkan dengan keadaannya sekarang…” (HR. Tirmidzi No. 2476).
Zubair bin al-Awwam mengatakan, “Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk dengan para sahabatnya di Masjid Quba, lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan kain burdah (jenis kain yang kasar) yang tidak menutupi tubuhnya secara utuh. Orang-orang pun menunduk. Lalu ia mendekat dan mengucapkan salam. Mereka menjawab salamnya. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji dan mengatakan hal yang baik-baik tentangnya. Dan beliau bersabda, “Sungguh aku melihat Mush’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakan dia dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda-pemuda Quraisy yang semisal dengan dirinya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…” (HR. Hakim No. 6640).
Saad bin Abi Waqqash radhiayallahu ‘anhu berkata, “Dahulu saat bersama orang tuanya, Mush’ab bin Umair adalah pemuda Mekah yang paling harum. Ketika ia mengalami apa yang kami alami (intimidasi), keadaannya pun berubah. Kulihat kulitnya pecah-pecah mengelupas dan ia merasa tertatih-taih karena hal itu sampai-sampai tidak mampu berjalan. Kami ulurkan busur-busur kami, lalu kami papah dia.” (Siyar Salafus Shaleh oleh Ismail Muhammad Ashbahani, Hal: 659).
Demikianlah perubahan keadaan Mush’ab ketika ia memeluk Islam. Ia mengalami penderitaan secara materi. Kenikmatan-kenikmatan materi yang biasa ia rasakan tidak lagi ia rasakan ketika memeluk Islam. Bahkan sampai ia tidak mendapatkan pakaian yang layak untuk dirinya. Ia juga mengalami penyiksaan secara fisik sehingga kulit-kulitnya mengelupas dan tubuhnya menderita. Penderitaan yang ia alami juga ditambah lagi dengan siksaan perasaan ketika ia melihat ibunya yang sangat ia cintai memotong rambutnya, tidak makan dan minum, kemudian berjemur di tengah teriknya matahari agar sang anak keluar dari agamanya. Semua yang ia alami tidak membuatnya goyah. Ia tetap teguh dengan keimanannya.

----------------Mush’ab bin Umair adalah pemegang bendera Islam di peperangan. Pada Perang Uhud, ia mendapat tugas serupa. Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir hayat sahabat yang mulia ini. Ia berkata:
Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu membawa bendera perang di medan Uhud. Lalu datang penunggang kudak dari pasukan musyrik yang bernama Ibnu Qumai-ah al-Laitsi (yang mengira bahwa Mush’ab adalah Rasulullah), lalu ia menebas tangan kanan Mush’ab dan terputuslah tangan kanannya. Lalu Mush’ab membaca ayat:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.” (QS. Ali Imran: 144).
Bendera pun ia pegang dengan tangan kirinya. Lalu Ibnu Qumai-ah datang kembali dan menebas tangan kirinya hingga terputus. Mush’ab mendekap bendera tersebut di dadanya sambal membaca ayat yang sama:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.” (QS. Ali Imran: 144).
Kemudian anak panah merobohkannya dan terjatuhlah bendera tersebut. Setelah Mush’ab gugur, Rasulullah menyerahkan bendera pasukan kepada Ali bin Abi Thalib (Ibnu Ishaq, Hal: 329).
Lalu Ibnu Qumai-ah kembali ke pasukan kafir Quraisy, ia berkata, “Aku telah membunuh Muhammad”.
Setelah perang usai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memeriksa sahabat-sahabatnya yang gugur. Abu Hurairah mengisahkan, “Setelah Perang Uhud usai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencari sahabat-sahabatnya yang gugur. Saat melihat jasad Mush’ab bin Umair yang syahid dengan keadaan yang menyedihkan, beliau berhenti, lalu mendoakan kebaikan untuknya. Kemudian beliau membaca ayat:
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَىٰ نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).” (QS. Al-Ahzab: 23).
Kemudian beliau mempersaksikan bahwa sahabat-sahabatnya yang gugur adalah syuhada di sisi Allah.
Setelah itu, beliau berkata kepada jasad Mush’ab, “Sungguh aku melihatmu ketika di Mekah, tidak ada seorang pun yang lebih baik pakaiannya dan rapi penampilannya daripada engkau. Dan sekarang rambutmu kusut dan (pakaianmu) kain burdah.”
Tak sehelai pun kain untuk kafan yang menutupi jasadnya kecuali sehelai burdah. Andainya ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua kakinya. Sebaliknya, bila ditutupkan ke kakinya, terbukalah kepalanya. Sehingga Rasulullah bersabda, “Tutupkanlah kebagian kepalanya, dan kakinya tutupilah dengan rumput idkhir.”
Mush’ab wafat setelah 32 bulan hijrahnya Nabi ke Madinah. Saat itu usianya 40 tahun.

Di masa kemudian, setelah umat Islam jaya, Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu yang sedang dihidangkan makanan mengenang Mush’ab bin Umair. Ia berkata, “Mush’ab bin Umair telah wafat terbunuh, dan dia lebih baik dariku. Tidak ada kain yang menutupi jasadnya kecuali sehelai burdah”. (HR. Bukhari no. 1273). Abdurrahman bin Auf pun menangis dan tidak sanggup menyantap makanan yang dihidangkan.
Khabab berkata mengenang Mush’ab, “Ia terbunuh di Perang Uhud. Ia hanya meninggalkan pakaian wool bergaris-garis (untuk kafannya). Kalau kami tutupkan kain itu di kepalanya, maka kakinya terbuka. Jika kami tarik ke kakinya, maka kepalanya terbuka. Rasulullah pun memerintahkan kami agar menarik kain ke arah kepalanya dan menutupi kakinya dengan rumput idkhir…” (HR. Bukhari no.3897).
Penutup
Semoga Allah meridhai Mush’ab bin Umair dan menjadikannya teladan bagi pemuda-pemuda Islam. Mush’ab telah mengajarkan bahwa dunia ini tidak ada artinya dibanding dengan kehidupan akhirat. Ia tinggalkan semua kemewahan dunia ketika kemewahan dunia itu menghalanginya untuk mendapatkan ridha Allah.

Sumber:
al-Jabiri, Adnan bin Sulaiman. 2014. Shirah ash-Shahabi al-Jali: Mush’ab bin Umair. Jeddah: Dar al-Waraq al-Tsaqafah
Mubarakfury, Shafiyurrahman. 2007. ar-Rahiq al-Makhtum. Qatar: Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu-un al-Islamiyah

From : kisahislam.com

Thursday 23 April 2015

lucunya negeri ini.


Aneh banget orang-orang di kota ini. Suka sekali mengurus dan mencampuri urusan orang-orang. Satu perbuatan mu sekampung bisa tau, kau jalan dengan siapa sekampung bisa tau. Lucu.. Lucu sekali.. Terlalu mengurusi orang. Padahal kehidupan pribadi orang. Selain mengurusi juga berani memberi penilaian terhadap orang lain yang hanya di kenal wajah. Tak bisa kah berprasangka baik? Lucu.
Lucunya negeri ini.
Berbeda di kota besar, kau dapat berbuat apapun semau mu. Siapa peduli ? Toh itu urusan mu, pertanggung jawaban nya ada pada mu. Tapi bukan berarti orang dikota tidak peduli satu sama lainnya ya. Kita tetap menjaga hubungan kekerabatan yang baik, hubungan tetangga yang baik.
Lucunya negeri ini.
Mungkin karena kota ini lebih kecil daripada kota besar. Mungkin orang-orang kurang kerjaan lebih banyak daripada orang yang memiliki pekerjaan. Atau mungkin tngkat kepedulian orang disini lebih besar daripada dikota. Sehingga orang-orang sangat peduli dengan apa yang orang lain kerjakan. Positif sih. Jadi satu sama lain saling mengetahui apa yang terjadi dengan orang sekitar, sehingga kalo terjadi sesuatu hal yang buruk mungkin orang akan cepat tanggap untuk membantu. Semoga memang tujuannya seperti itu. :)

Tuesday 21 April 2015

Cinta Tak Dewasa(The True History)


Postingan kali ini titipan dari seorang teman di kelas jurnalistik dulu :D setelah menulis ini mungkin dia sudah memiliki cinta dewasa.. ^^
Cinta Tak Dewasa
(The True History)

"Aku Rela Melepasmu Asal Kamu Bahagia", sebuah kata yang dulu menurutku sangat bullshit, sebuah kata yang tak masuk akal dan tak harus keluar dari mulut mereka yang sedang berasmara, mereka yang sedang bercinta, dan mereka yang sedang berkasih sayang, dan aku pun tidak pernah mempercayakan hal itu hingga usiaku menginjak 25 tahun. Seingatku, hingga penghujung tahun 2011 aku tidak pernah mempercayakan kata-kata itu.
Oh ya lupa, sebelum melanjutkan tulisan, ada baiknya aku aku ceritakan siapa diriku.
Aku berasal dari sebuah kampung yang terletak tepat di depan Selat Melaka. Lahir pada tahun 1986 tepatnya di Bulan Maret. Tak banyak yang istimewa yang bisa kuceritakan dalam tulisan ini. Tapi setidaknya pengalaman 'Cintaku' mungkin bisa diambil sedikit hikmahnya agar pecinta masa depan tak melakukan hal-hal konyol yang buat si Doi mekin enek sama kita. =)
Oke kembali pada jalur, kembali pada benang merah.
Aku tak mempercayakan kata-kata "Aku Rela Melepasmu Asal Kamu Bahagia" karena dulu menurutku siapapun pecinta itu pasti tidak rela melepaskan orang yang disayangnya. Dengan keyakinan bahwa bersama kita si Doi akan selalu bahagia, karena kita lah orang yang paling berniat untuk membahagiakannya (menurut perasaan di diri kita sendiri). Tapi, sebenarnya itu jauh di luar dugaan. Tidak semua pasangan itu selalu bahagia. Ada saat-saat tertentu dimana si Doi merasa jenuh dan berada di alam nyata. (Maksudnya, waktu pedekate, memang melakukan apapun yang bisa kita lakukan untuk merebut hati si Doi/ kita sebenarnya bersandiriwara. Kita menjadi pribadi yang sebenarnya bukan kita. Tapi ketika sudah dapat di situlah baru muncul siapa sebenarnya kita ini).

Masuk ke pengalaman pribadi/ True History lah kira-kira, sekitar pertengahan tahun 2006, aku hijrah ke Ibukota Provinsi, Riau tepatnya di Pekanbaru. Aku ingin melanjutkan pendidikan di Kota Bertuah itu. Benar saja, langkahku sedikit mulus, mungkin karena ada niat tulus, akhirnya tahun 2007 aku masuk ke salah satu perguruan tinggi negeri di Pekanbaru. Ini awal ceritaku.
Singkat cerita, tahun 2007 itu aku langsung bekerja sebagai operator di salah satu warnet daerah Harapanraya. Aku bekerja karena ingin membiayakan kuliahku sendiri. Aku tak ingin kuliahku menyusahkan orang tua, karena aku sadar betul bahwa keluargaku tidak kaya. Mereka hidup sederhana, dengan kondisi seadanya. Aku faham betul akan itu. Aku lelaki, aku harus bisa mandiri dan menyelesai kuliahku ini.
Seiring perjalanan waktu, sekitar tahun 2008 (kalau tak salah) aku kenal seorang siswi salah satu SMK di Pekanbaru. Memang selaku operator (Op) warnet, membantu itu hal biasa dan harus dilakukan. Begitu pula yang ku lakukan, pada siswi SMK itu. Aku membantu nya saat Ia bermain di warnet, dan akhirnya kita saling berkenalan.
Sempat hilang kontak, akhirnya tahun 2009 saat aku melihat-lihat no hp di Handphone bututku (karena waktu itu hp memang hanya untuk SMS dan Telponan, tidak ada aplikasi menarik lainnya seperti yang ditawarkan smartphone dan android seperti sekarang ini), aku melihat ada No Hp siswi SMK yang kemarin sempat kenalan denganku. Aku pun menghubunginya. Yes, No Hp nya aktif. Aku sempat menanyakan kabarkanya, dan waktu itu kami tidak bisa ngobrol banyak karena si Doi sedang makan bersama teman-temannya.
Namun, sebelum menutup teleponnya, si Doi sempat ku tawarkan agar kembali datang ke warnet untuk sekedar menjalin silaturrahim.

Mulai itu pula, si Doi kembali sering ke warnet (mungkin karena Op nya ramah dan mudah akrab, hehehe...). Rupanya, setelah sering dekat dan ngobrol, ada chemistry diantara kami. Pertengahan tahun 2009, bulan Mei kalau tak salah, aku memberanikan diri 'Nembak' si Doi. Tembakannya pas, ibarat menghunus pedang, tepat dijantungnya. Si Doi tidak bisa berbuat apa-apa lagi, Doi takluk, Doi tidak membutuhkan waktu untuk berfikir akhirnya aku diterimanya menjadi kekasih hati. Terjalinlah hubungan antara Mahasiswa dengan Siswi.
Waktu masa-masa awal pacaran (Cinta Tak Dewasa) ini, aku begitu menikmatinya. Aku menganggap si Doi 'Engkaulah Bulan, Engkaulau Bintang', si Doi juga menganggapku sama. Kami saling cinta, kami saling sayang, kami saling perhatian, dan kami saling berhayal. Hari-hari terasa indah, dan aku berjanji di dalam hatiku tidak akan melepaskan si Doi walau apapun yang terjadi. Aku tidak lagi tertarik sama puluhan perempuan berjilbab se angkatanku, aku tak lagi tertarik sama ratusan perempuan di Fakultas ku, aku tak juga tertarik pada ribuan perempuan berjilbab di Kampus tempatku menuntut ilmu. Ya, fikiranku hanya pada siswi SMK itu saja.
Hari-hari berjalan sangat indah. Rasa memilikiku semakin hari semakin besar. Apapun yang ingin dilakukan si Doi, kebanyakan aku ingin tahu. Si Doi harus melaporkan ini itu kepadaku. Begitu juga sebaliknya. Si Doi ingin tahu banyak apa saja aktivitas ku di luar sana dan aktivitas dalam pekerjaan.
Masuk tahun 2010. Si Doi tamat sekolah (tapi tak melanjutkan ke kuliah). Si Doi memilih bekerja dan diterima sebagai SPG di salah satu usaha yang mengatasnamakan cahaya dan panas (penerang bumi) entah Mentari entah Matahati nama usahanya. Ada di setiap Mall di Pekanbaru, menjual berbagai merk pakaian ternama, peralatan elektronik dan makanan, intinya menjual sandang dan pangan.
Awal-awal Doi bekerja tidak ada yang berubah. Lama kelamaan keanehan muncul, dan seringkali memicu pertikaian. Itu terjadi sekitar tahun 2011, aku lupa tepat pada bulan apa. Sudah lama soalnya :) . Apa yang dulu sering menjadi candaan, tidak lagi berarti ketika diulangi. Rasa yang dulu 'Full' lama kelamaan hampa, tatkala pertengkaran kerapkali terjadi. Ya, terasa banget si Doi mulai berubah. Namun waktu itu, yang terfikirkan dibenakku adalah mempertahankan hubungan, apapun yang terjadi. Rasa memiliki begitu besar, aku tak mau kehilangannya.

Hal-hal aneh mulai terasa. Doi semakin protektif tentang keperibadiannya. Hp yang dulu bebas ku utak atik kini tak lagi bisa dilakukan. Hp nya ada Password. SMS masuk tak lagi dibaca bersama, tapi hanya Doi yang bisa membaca. Terkadang Hp nya disetting hanya getar, jadi jarang sekali aku tahu ada SMS masuk di Hp si Doi, meski kami sedang berdua. Ok, no what-what (tak apa-apa) lah.
Pernah sekali, kecurigaan semakin memuncak ketika kami sedang Nge-net bersama, Hp Doi bergetar tanda ada SMS. Aku ingin seperti dulu lagi, melihat isi SMS itu. Si Doi tidak mau dan marah ketika ku ingin melihat SMS itu. Sampai-sampai Doi membanting Hp Nopia miliknya yang waktu itu harganya jutaan rupiah. Berkecailah Hp itu dihadapanku.
Puncaknya bulan November 2011. Dengan segala upaya mempertahankan hubungan itu, tetap tidak bisa. Allah berkata lain. Hubungan kami kandas. Putus...Akupun Galau. Galaaaaaaaaaaaaaaaaaauu...iya galau segalau-galaunya, karena aku masih belum ikhlas. Si Doi rupanya telah bersama laki-laki yang dikenalnya saat bekerja di Matahati...sampai hati si Doi, Hiks..hiks..
Pasca putus, tiap hari aku melihat FB nya, melihat apa status terakhirnya, melihat ada atau tidak Doi yang kini jadi mantanku mengupload foto mesra bersama pacar barunya. Kalau tidak ada, aku tenang. Tapi kalau ada, aku kecewa dan tak terima. Karena setelah putus pun aku belum bisa ikhlas, rasa ku ingin memiliki Doi masih kuat, secara Doi lumayan manis..hehe
Galau itu terjadi berbulan-bulan. Doi jarang sekali SMS ku, apalagi menelepon ku. Bisa jadi obat, andai Doi menelepon duluan.
Aku mencari cara, agar tetap ada SMS dari Doi. Sampai-sampai, kami berantem lagi (setelah putus), aku tidak peduli. Yang jelas bagiku waktu itu, ada SMS dari Doi di Hp ku. Aku senang walau berantem...
Seiring waktu berjalan, lama kelamaan, aku telah terbiasa sendiri. Rasa galau ku lama kelamaan terkikis. Aku lebih cuek dengan keadaan. Aku tak lagi mengejar-ngejar Doi, karena ku sadar bahwa kalau memang sayang pasti saling mempertahankan dan tidak akan putus. Ya, menurutku putus itu adalah ungkapan pacar yang sudah tidak sayang, sudah tidak nyaman bersama kita, lalu diaplikasikan dalam bentuk perbuatan nyata.
Aku lebih memilih menekuni kerjaanku sebagai kuli tinta, kuli informasi di Pekanbaru.
Lama kelamaan, setelah putus, kami masih sering berkomunikasi. Meski ada peluang untuk balikan 'CLBK', aku tidak bisa melakukannya. Aku paling benci yang namanya balikan. Kalau hanya berteman bisa saja, aku bisa. Tapi untuk pacaran setelah putus itu sesuatu yang menjijikkan menurutku. (Sebab, cewek tidak satu di dunia ini :D)
Oh ya, waktu putus, selain ada orang ketiga, juga didasari atas tidak bisanya keluarga Doi menerimaku waktu itu. Mungkin menurut orang tuanya Op warnet hidupnya tidak jelas. Dengan gaji di bawah Rp1 juta perbulan tentu akan berat jika menghidupi anak gadisnya, makanya mereka menolak habis-habisan, ditambah lagi aku hanya perantauan. Sedihnya....
Balik lagi ke satu enjel cerita 'KENAPA BISA HILANG GALAU ITU'. Ya singkat saja, waktu itu aku sadar, aku sudah mulai ikhlas pada takdir. Aku ikhlas Doi sama siapa saja, yang jelas Doi bahagia. Aku tidak lagi mengekangi, aku tidak lagi ingin tahu tentang Doi, aku tak lagi mau menghubungi Doi apalagi harus didahului dengan berantem, aku menyerahkan semuanya pada takdir. Aku ikhlas Doi sama siapa saja, asal dia bahagia. Karena menurutku, itulah pengorbanan terakhirku pada orang yang pernah aku cintai, ya memberikan kebebasannya untuk memilih siapa yang menurutnya terbaik. Aku mulai dewasa dalam hal asmara, seiring juga dengan usia ku yang sudah menginjak 25 tahun waktu tahun 2011 itu.
Aku mulai menyimpulkan bahwa rasa takut kehilangan, dan tidak percaya pada kata "Aku Rela Melepasmu Asal Kamu Bahagia" adalah perasaan dimana kita belum dewasa.
Aku mulai sadar bahwa benar adanya tentang kata "Aku Rela Melepasmu Asal Kamu Bahagia". Kalau sekarang ada orang yang tidak bisa terima kata-kata "Aku Rela Melepasmu Asal Kamu Bahagia", aku hanya bisa tersenyum dan berkata di dalam hati bahwa semoga secepatnya mereka dewasa, dan akan menjadi pribadi sepertiku yang siap melepas galau dalam waktu yang singkat (pasca putus atau berpisah) hehehe...
Kami putus, aku bisa terima. Lama kelamaan tali silaturrahim itu kembali tersambung. Kita masih bisa berkomunikasi, berteman baik dan bisa berbagi cerita tapi tidak untuk bersama.

Sedikit pesan, bagi pecinta yang belum dewasa, janganlah kamu nekat melakukan apa saja untuk mempertahankan Doi agar Doi tetap bersama kita. Jangan melakukan hal-hal bodoh yang bisa membuat Doi semakin 'Enek' dan hilang rasa. Mungkin di fikiran pecinta yang belum dewasa, apapun yang dilakukan itu adalah wujud dari rasa tidak ingin kehilangan Doi, itu wujud dari pengorbanan dan usaha yang serius untuk membuktikan sama Doi bahwa kita adalah yang terbaik. Tidak bisa begitu, helooooo....Doi punya rasa, doi punya alat indera yang berfungsi, Doi punya otak dan hati, Doi bisa menilai sendiri mana yang baik dan mana yang buruk. Jangan sampai apa yang kita inginkan (selalu bersama) berbalik menjadi apa yang paling kita takuti (berpisah jua akhirnya).
Kita cukup berusaha menjadi yang terbaik. Memantapkan diri untuk menjadi imam dan pemimpin di rumah tangga. Kita harus berdoa meminta Sang Khaliq memberikan jalan yang mulus, mempermudahkan niat kita ingin bersama Doi tadi. Kalau memang jodoh, takkan lari gunung dikejar. Apapun yang terjadi, pasti bersama. Sebab, tidak mungkin tulang rusuk itu tertukar sama pemiliknya. Berusahalah menjadi yang terbaik demi sebuah nama yang tertulis di Lauhul Mahfudz. Mulai saat ini dewasalah.

Dimanapun pembaca berada, mungkin pengalaman ini bisa diambil hikmahnya. Kalau memang kita sudah sama-sama yakin dan siap mengarungi bahtera rumah tangga, langsung tanamkan niat dan nikahilah perempuanmu. Jangan ditunda-tunda niat yang baik, jangan hanya pacaran karena Islam tidak mengenal istilah pacaran (katanya sih) Hehehe...Kalau memang ada kesempatan bersama, sayangilah Doi, karena Doi adalah orang yang paling disayangi di keluarganya, jangan disakiti. Berbuat hal yang konyol terkadang menyiksa Doi.
Referensi Film : Nontonlah film Kiamat Sudah dekat yang dibintai Andre Taulany (Eks Vokalis Stinky) belajar Ilmu Ikhlas. Haaaaaaa
Diawal kita bersua
Mencoba untuk saling memahami
Keping-keping dihati
terajut dengan indah
Rasakan persaudaraan kita

Dan masa pun silih berganti
Ukhuwah dan amanah tertunaikan
Berpeluh suka dan duka
kita jalani semua
semata mata harapkan ridhoNYA

Sahabat tibalah masanya
Bersua pasti ada berpisah
Bila nanti kita jauh berpisah
Jadikan rhobitoh pengikatnya
jadikan doa ekspresi rindu
Semoga kita bersua disyurga..
 =================================

Untuk mu sahabat, kita masih sahabat kan? Meski bagaimana pun aku kini? Dan ajak aku kembali.

*Spesial for Hetti, Mba Yul, Nyndi, Inur, Anggia.
Bagaimanapun kita dan kondisi kita kini, semoga doa-doa tak pernah alfa dari kita.
Salam rindu dari semenanjung Selat Malaka :*


 

Jodoh, dimana?


Di usia segini yang terhitung masih muda belia, kami wanita selalu di cecar dengan pertanyaan ‘kapan menyusul?’ ketika menghadiri pesta rekan, atau “kapan menikah?” untuk pertanyaan yang lebih ekstrem.
Perihal jodoh ini perkara gampang, gampang sangat. Jika sudah waktunya, dia akan datang. Bukankah itu gampang? Jadi kalo dia belum datong, berarti belum berjodoh. Bukan begitu?  Hahaha. Jadi ini jawaban sederhana yang akan disangkal, ya kalo tidak dicari, jodoh tak kan datang. Hmm.. Sejenak aku berfikir, Iye pulaklah perkara jodoh ni nampak nya ye.. Cckck..
Setiap orang punya criteria tertentu perihal jodoh, seperti seorang kawan, yang ingin sekali berjodoh  dengan seorang pria humoris, karena bagi nya itu terdengar menyenangkan ketika bisa tertawa bersama hingga hari tua. Adalagi seorang sahabat yang berharap seorang jodoh ya setidaknya tingkat kecerdasaanya lebih baik daripada dia, karena sepanjang catatan pendidikan yang ia tempuh, ia tergolong seseorang yang cukup mumpuni kecerdasannya meskipun selama ini pacar nya tak cukup bisa disebut lebih cerdas daripada dia. Lalu aku? Bagaimana criteria jodoh ku? Hehe.. banyak orang yang berfikir, aku seorang yang menetapkan criteria terlalu tinggii perihal pasanagan hidup karena sampai saat ini aku masih  jomblo. Hmm.. memang salah kalo aku memilih untuk hidup single sekarang? Ada yang bilang lagi, jangan terlalu pilih-pilih. Hmm.. lagi-lagi aku berfikir, hmm.. apa aku terlalu sepemilih itu? Selektif ga masalah donk yaa? Toh pasangan hidup kita nantinya dia yang akan menyebut kita dalam janjinya untuk setia hingga akhir hayat, jadi wajar donk  yaaa sedikit selektif.. tapi yaa aku cukup “ngaca” donk yaaa untuk menetapkan criteria, buka berarti aku menginginkan jodoh seperti Sahrukh Khan yang pandai menggombal wanita dengan lagu, Atau seperti Lee Min Ho yang mampu meluluhkan wanita dengan perilaku dingin romantic nya. Uwaaa.. mau aku, tapi itu hanya ada di drama korea. Karena nyata nya Lee Min Ho tak se-cool itu dalam hal percintaan *menurut ku- kemudian siap-siap di serang fans min ho
Jadi jodoh, dimana? Koq belum datang? Aku sudah menunggu. Mengutip sedikit obrolan dengan seorang Mas yang udah menemukan jodohnya. Sebut saja nama nya Mas Pandu. Mas Pandu bilang “Kalo kamu belum nemu jodoh mu sampai sekarang, dan belum juga menikah, berarti  kamu belum siap, bukan hanya kamu yang belum siap, itu berarti keluarga mu belum siap, tetangga mu belum siap” . Jadi menurut si Mas ini, Kamu akan menemukan jodoh mu jika kamu dan orang-orang sekeliling mu sudah siap. Berkait dengan buku yang baru saja selesai aku baca, perkara jodoh ini urusan mudah, minta saja sama yang punya, tar di kasih. Yang punya? Siapa? Ya, Dia lah. Sang Maha Pemilik Segala. Jadi di buku ini bilang, Jodoh ini bukan ditunggu, tapi di jemput. Hmm.. Makin menjadi-jadi agak a perihal jodoh ni. Terus mungkin ada lagi yang sedang gegana, gelisah galau merana, bertanya-tanya “apakah si dia jodoh ku?” mungkin ini yang punya Tanya sudah punya calon. Nah, kata si Ustadz dalam buku ini, kita tak akan tau sampai kita bertanya langsung pada si calon jodoh. Cara bertanya nya gimana? Nah, inilah yang disebut, Etika lamar-melamar. Eh, koq masalah nya sampai lamaran segala? Iyaaa.. kamu harus bertanya pada si calon target jodoh mu, mau kah dia menjadi pasangan mu sebelumnya kamu kudu minta di kuatkan kepada Allah, apakah si calon target jodoh memang orang yang Allah berikan untuk mu. Jika tidak cari yang lain lagi. Hmm.. makin ribet betol dah perkara jodoh ni… tapi tenang saja.. ada banyak jutaan lelaki dan perempuandi muka bumi ini, yang tampak dan tak tampak. Bukan, bukaaan.. yang tak tampak itu maksudnya yang jauh, dibelahan bumi berbeda mungkin.. hehe. Bisa saja orang yang sehari-hari kalian temui adalah jodoh kalian. Hayoo.. pasti ada yang pernah berfikir kan, setiap orang yang dekat dan baru kalian kenal kalian piker “hmm, mungkin dia jodoh saya?” Huahaha..
Repo t yeee… Jadii… Jodoh.. Dimanee??? :D

Lurus dan Rapatkan Shaf


Jadi kali ini ceritanya aku diajak jalan oleh seorang teman ke salah satu desa di kabupaten ini. Ini sebenarnya kali kedua aku ke desa ini, kali pertama adalah saat aku pertama kali menginjakkan kaki dan menatap langit Selatpanjang seraya berkata dalam hati “di sinilah aku hingga sepuluh tahun kedepan”. Kenapa sepuluh tahun? Ya, karena kontrak kerjanya sepuluh tahun.
Kami berangkat sore hari, istirahat sebentar di rumahnya, lalu jalan ke laut menatap jauh hingga seberang Selat Malaka. Magrib tiba, dan kami putuskan sholat di masjid, disinilah perkara shaf ini dimulai. Setelah iqomah usai, sholat pun dimulai. Hanya ada satu shaf perempuan, setengah lebar masjid jumlahnya. Aku diminta oleh ibu-ibu sebelah ku untuk ke kanan mengisi baris kosong, maka merapatlah aku ke kanan, dan aku sedikit terkejut, ibu yang menyuruh ku merapat ke kanan, tak ikut merapatkan dirinya, aku pun berkata sambil memberi isyarat tangan “kesini sedikit bu”. Si ibu hanya bergeser sedikiiiiit saja seakan satu sajadah hanya boleh diisi satu orang. Padahal sajadah masjid yang ukuran panjang ini satu nya bisa untuk dua orang. Risau hati ku, di sebelah ku begitu lowong tempatnya, masih cukup satu orang lagi, tapi karena imam sudah takbir sekian menit maka aku teruskan takbir mengikut imam, tanpa sempat lagi peduli kelowongan baris sebelah ku, pun si ibu sudah daritadi mengangkat tangan bertakbir. Dalam hal ini aku merasa menjadi orang terlemah untuk menyampaikan sesuatu hal yang aku anggap benar. Padahal baris sebelah ku sholat sudah disisip oleh syetan. Lihatlah begitu besar lowong nya. Hiks :’(. Aku tak mampu untuk sekedar berucap “yuk bu, kita rapatkan shaf, nanti di isi oleh syetan”. Aku terlalu segan untuk mengajak dan membenarkan. Ya, kondisi nya memang aku orang baru disini, baru hari itu tiba, dan hanya sekedar numpang sholat magrib. Aku tak kuasa untuk membenarkan shaf ini, bukan hanya sebelah ku, tapi sebelah lainnya juga. Semua sajadah di isi oleh satu orang, dan itu menciptakan ruang besar untuk syetan menyisip di antara barisan. Tak khusyuk sholat ku, membayang disebelah ku disisip syetan, di sebelah satu lagi juga di sisip lagi oleh syetan. Hiks.. Ya, walaupun hari biasa tak begitu khusyuk juga. Hehe.
Selepas sholat ibu-ibu disekitar menegur dan menyapa ku, bertanya aku darimana, dirumah siapa karena mungkin aku benar-benar terlihat seperti pendatang baru. Maklum dikampung, demikian sebut teman ku. Satu orang baru saja orang-orang pasti tau.
Ingatan ku melayang ke tiga setengah tahun silam. Masa-masa kuliah kerja nyata (kkn) di kampung orang. Ini juga lah perkara nya. Perkara shaf ketika sholat. Aku, meski tak begitu tau banyak tentang agama tapi aku tau perkara shaf ini harus diluruskan dan dirapatkan ketika sholat adalah sangat penting. Maka sering imam berkata “lurus dan rapatkan shaf” shaf dirapatkan agar syetan tak menyisip diantara barisan sholat kita. Bayangkan saja jika syetan sudah menyisip diantara shaf sholat kita?
Di tempat ku kkn dulu juga begini, satu sajadah digunakan satu orang, bahkan walau membawa sajadah sendiri sekali pun selalu ada tersisa space lowong di antara shaf dan bentangan sajadah ini. Aku pun tak kuasa untuk membenarkan cara sholat orang kampung ini sampai tiba masa dimana temanku di daulat untuk berdiri di muka jemaah menyampaikan ceramah, maka baru lah ia menyisipkan tentang pentingnya merapatkan shaf ketika sholat. Tapi shaf yang rapat ini hanya milik jemaah laki-laki. Tidak dijamaah perempuan. Arrrgghh.. sudah berapa dosa ku membiarkan “kebutaan” ilmu di sekitar ku… Risau hati ku sebenarnya. Tapi apalah daya, aku terlalu takut untuk disebut “menggurui” orang tua, maklum lah terkadang orang kampung tak suka di “gurui” anak muda.
Sebenarnya perkara lurus dan rapatkan shaf ini menjadi penting bukan hanya karena adanya syetan yang akan ikut menyisip diantara shaf, tetapi juga melurus dan merapatkan shaf ini menggambarkan bahwa begitulah seharusnya muslim. Saling merapatkan barisan sehingga tak ada orang-orang yang bisa menyusup dan menyisip ingin menjatuhkan. Bayangkan saja jika semua muslim bersatu, merapatkan barisan, maka siapa pun yang ingin menjatuhkan islam sudah tak memiliki celah karena kita sudah rapat dan sudah kokoh dan sudah kuat.  Meluruskan dan merapatkan shaf juga menggambarkan ukhuwah, persaudaraan sesama muslim. Shaf yang rapat sehingga bahu menyentuh atau kaki saling bersinggungan akan meningkatkan rasa ukhuwah, rasa persaudaraan. Jika rasa bersaudara ini sudah tumbuh dan sudah kuat, maka rasa kasih sayang, melindungi dan rasa senasib sepenanggungan akan timbul. Tak ada lagi perpecahan. Dan tak adalagi perbedaan.
Lurus dan rapatkan shaf

Ya, maka sebaiknya Lurus dan rapatkan lah shaf sholat kita.