Jadi ceritanya malam mini saya terbangun dan berhasil untuk
tidak bisa tidur lagi sampe detik ini K. Lalu saya mencoba menulis tanpa terlintas ide akan
menulis apa. Ah, apa saja, yang penting saya harus bisa menulis. Simple saja. Lalu
saya teringat cerita sore tadi pada bersama sahabat.
“Kalau saja kamu tau yang realita yang ada, Hidup ku sudah
seperti di sinetron” demikian sebutnya saking tidak bisa menggambarkan betapa
teriris hatinya saat ini. Ibunya baru saja meninggal.-betapa saya ingin sekali
memeluknya ketika mendengar berita kematian ibu nya yang ia hanya bisa temui
jasad ny sudah terbujur, tanpa sempat ia meminta maaf.
Mengalirlah cerita nya tentang bagaimana keadaan keluarganya
saat ini, ketakutan nya akan masa depan ia dan adikadik nya. Cerita punya
cerita ayah nya beristri dua, cerita ini sudah aku tau semenjak zaman di SMA
dulu, namun ternyata kisah ini semakin pelik seiring brtambahnya usia kami yang
kini beranjak dewasa. Ia bercerita bahwa “perempuan” yang ayahnya nikahi tanpa
restu ibu, ia dan keluarga nya itu seperti momok kehidupannya saat ini. Di satu
sisi ia tak ingin menjadi anak durhaka dengan mendikte ayahnya bahwa ia bisa
mengatur keluarga kecil mereka tanpa “perempuan” itu.
Cerita nya tersendat di tenggorokan tak mampu ia tahan,
mengingat bagaimana sakitnya ibunya yang dimadu, bagaimana ayahnya yang tak
peduli lagi pada mereka karena sudah memiliki “perempuan” baru, ayahnya hanya seperti
menjalankan kewajiban untuk memberi
setoran bagi pendidikan anak-anaknya, dan kini setelah ibu tiada “perempuan”
ayahnya itu ingin mengelola keuangan ayahnya secara utuh, dan ia merasa kondisi
ini sangat menyulitkan karena pendidikan dokternya yang sedang berada di
akhir-akhir penyelesaian yang pasti akan butuh biaya banyak. Keadaannya terancam
dengan ayah yang sudah menyatakan tak mengizinkannya menjalankan amanah ibu nya
untuk menjaga ayah dan adik-adiknya . Aku mengira masalah keluarga nya tak
sepelik itu.
Aku sejenak terdiam, aku masih beruntung, masih memiliki ibu
cerewet, masih memiliki ayah yang meskipun aku merasa kadang beliau tak
maksimal dalam usaha, namun beliau setia, tidak mendua, memberikan semua yang
ia punya. Aku beruntung masih memiliki ibu yang terkadang aku merasa terlalu ribut
dengan masalah keuangan keluarga yang membuat aku sakit kepala harus ikut
memikirkannya. Dari sini aku tersadar bahwa ternyata kami tak lagi remaja, yang
tidak lagi haha hihi kemana-kmana-mana. kami sudah dewasa dengan memikul
masalah yang bebeda, masih dengan judul sama, amslaah keluarga. Ternyata kami
sudah beranjak dewasa ,sudah merasakan sulitnya menjadi dewasa dengan setiap
masalah, masalah kehidupan dengan tingkatan yang berbeda, tergantung dari segi
mana kita melihat.
Dan pada akhirnya Allah pasti memberi ujian. Ujian sebatas
kemampuan hamba-
Nya. Menguji keimanan, agar kelak mendapat kepantasan.
Kita sudah semakin dewasa |
Salam malam-
0 comments:
Post a Comment